Kamis, 04 Oktober 2012

ENZIM 1


Laporan Praktikum                                                           Hari/Tanggal : Rabu/16 November 2011
Biokimia Umum                                                                Waktu           : 08.00 – 11.00 WIB
                                                                
                                                                                        
                                                                                        




ENZIM
(Sifat Fisik, Susunan, dan Pengaruh Suhu Enzim Pencernaan)



Kelompok 15
             Dian Eka Ramadhani              C14100003








                      





DEPARTEMEN BIOKIMIA
FAKULTAS MATEMATIKA DAN ILMU PENGETAHUAN ALAM
INSTITUT PERTANIAN BOGOR
BOGOR
2011

Pendahuluan
Enzim adalah suatu biokatalisator, yaitu suatu bahan yang berfungsi mempercepat reaksi kimia dalam tubuh makhluk hidup tetapi zat itu sendiri tidak ikut bereaksi karena pada akhir reaksi terbentuk kembali. Suatu reaksi kimia yang berlangsung dengan bantuan enzim memerlukan energi yang lebih rendah. Jadi enzim juga berfungsi menurunkan energi aktivasi. Menurut Mayrback (1952) dari jerman, enzim adalah senyawa protein yang dapat mengatalisi reaksi-reaksi kimia dalam sel dan jaringan makhluk hidup. Enzim berfungsi atau bertanggung jawab atas seluruh fungsi makhluk hidup. Gerakan jari tangan, pernafasan, dan degup jantung, semua aktifitas berkat kerja enzim. (Purchon,1997)
Enzim (holoenzim) tersusun atas bagian protein dan bukan protein. Bagian protein disebut apoenzim, dan bagian non protein disebut kofaktor. Kofaktor dapat berupa ion logam (Cu, Mg, K, Fe, Na), atau koenzim yang berupa bahan organik, misalkan vitamin B (B1, B2). Enzim umumnya merupakan protein globular dan ukurannya berkisar dari hanya 62 asam amino pada monomer 4-oksalokrotonat tautomerase sampai dengan lebih dari 2.500 residu pada asam lemak sintase. Kebanyakan enzim berukuran lebih besar daripada substratnya, tetapi hanya sebagian kecil asam amino enzim (sekitar 3–4 asam amino) yang secara langsung terlibat dalam katalisis. Sama seperti protein-protein lainnya, enzim merupakan rantai asam amino yang melipat. Tiap-tiap urutan asam amino menghasilkan struktur pelipatan dan sifat-sifat kimiawi yang khas. Rantai protein tunggal kadang-kadang dapat berkumpul bersama dan membentuk kompleks protein. Kebanyakan enzim dapat mengalami denaturasi (yakni terbuka dari lipatannya dan menjadi tidak aktif) oleh pemanasan ataupun denaturan kimiawi. Tergantung pada jenis-jenis enzim, denaturasi dapat bersifat reversibel maupun ireversibel. (Boyer,2002)
Kerja enzim sangat dipengaruhi oleh zat inhibitor, yaitu bahan yang menghambat kerja enzim. Ada 2 jenis inhibitor, yaitu inhibitor kompetitif dan inhibitor non kompetitif. Inhibitor kompetitif bekerja dengan cara berikatan pada tempat aktif enzim. Akibatnya substrat yang tidak bisa berikatan dengan enzim. Sedangkan inhibitor non kompetitif tidak berikatan dengan tempat aktif, tetapi menyebabkan perubahan pada tempat aktif. Ini pun berakibat substrat tidak bisa berikatan dengan enzim. (Poompanvong,2003)
Tujuan Praktikum
Praktikum ini bertujuan untuk menentukan sifat dan susunan air liur, dan menentukan sifat dan susunan getah lambung.
Alat dan Bahan
            Alat-alat yang digunakan dalam praktikum ini adalah kapas secukupnya, kertas saring, gelas piala, gelas wool, urinometer, termometer tabung reaksi dan rak tabung reaksi, pipet tetes, pipet volumetrik 5 ml dan 10 ml, balp, labu erlenmeyer, penangas es, dua buah penangas air (untuk suhu 37o dan 80oC), dan penjepit tabung.
            Bahan-bahan yang digunakan dalam praktikum adalah air bersih (air kran), air akuades, air liur praktikkan sebagai probandus, asam asetat encer, kertas lakmus merah, pereaksi FF dan MO, pereaksi Biuret, perekasi Millon, pereaksi Molisch, khlorida, endapan putih amorfous, larutan sulfat, fosfat, es batu, larutan HNO3 10%, AgNO3 2%, HCl 10%, BaCl2, CuSO4, urea, fosfomolibdat, larutan ferosulfat,  larutan kanji 1%, pereaksi yodium, dan pereaksi Benedict.
Metode Praktikum
Praktikum mengenai enzim terbagi menjadi dua yaitu sifat fisik dan susunan air liur, serta pengaruh suhu pada aktivitas amilase air liur. Prinsip kerja pada sifat fisik dan susunan air liur terdiri dari lima macam uji. Bahan yang dibutuhkan adalah air liur. Air liur ditampung secukupnya dari probandus. Agar stimulir air liur dari probandus banyak, mulut probandus diberi kertas saring yang dicelupkan sedikit asam asetat encer lalu dikunyah-dikunyah di dalam mulut probandus. Setelah air liur terkumpul dan ditampung ke dalam gelas piala, air liur disaring dengan gelas wool. Air liur yang telah disaring kemudian diukur bobot jenisnya dengan urinometer.
Uji bobot jenis air liur. Air liur secukupnya dimasukkan ke dalam gelas ukur. Masukkan urinometer untuk mengetahui bobot jenisnya.
Uji lakmus FF dan MO. Sebanyak 2 ml air liur ditempatkan dalam tabung reaksi masing-masing. Pereaksi dimasukkan ke dalam masing-masing tabung reaksi yang berisi air liur. Kemudian diamati perubahan yang terjadi.
Uji terhadap Biuret. 3 ml air liur dalam tabung reaksi ditambahkan dengan 1 ml NaOH 10%, kemudian kocok sebentar lalu ditambahkan 1 tetes CuSO4. Amati perubahan warna yang terjadi. Hasil reaksi positif berupa larutan berwarna ungu.
Uji Millon. Untuk uji Millon, dilakukan penambahan 5 tetes peraksi Millon ke dalam 3 ml saliva (air liur) kemudian dipanaskan selama 5 menit dan diamati perubahan warna dan keberadaan endapan.
Uji Mollisch. Pada uji Mollisch dilakukan penambahan pereaksi Mollisch sebanyak 2 tetes ke dalam 5 ml saliva, setelah dikocok sebentar kemudian ditambahkan 3 ml H2SO4 dengan cara dialirkan pelan-pelan dan pipetnya ditempelkan di dinding tabung, kemudian diamati hingga terdapat lingkaran berwarna ungu diantara cairan.
Uji klorida. Sebanyak 3 tetes larutan HNO3 10% ditambahkan ke dalam 2 ml saliva, kemudian ditambahkan AgNO3 2% sampai terdapat endapan putih.
Uji musin. Sebanyak 1 tetes CH3COOH ditambahkan ke dalam 2 ml saliva, kemudian diamati hingga terdapat endapan putih. Uji yang kelima, yaitu uji sulfat dan fosfat. Pada uji sulfat, 2 ml saliva ditambahkan larutan HCl 10% kemudian ditambahkan BaCl2 hingga terdapat endapan putih. Pada uji fosfat 1 ml saliva ditambahkan 1ml urea, kemudian ditambahkan 1 ml fosfomolibdat kemudian ditambahkan 1 ml ferosulfat. Kemudian diamati perubahan warna yang terjadi sampai terdapat endapat berwarna biru.
Pengaruh Suhu Pada Aktivitas Amilase Air Liur. Empat tabung reaksi disiapkan dan masing-masing diisi 2 ml saliva dan 2 ml akuades dan kocok dengan baik. Setelah itu tabung 1 diletakkan pada penangas es 10oC selama 15 menit. Tabung 2 diletakkan di rak tabung reaksi pada suhu kamar (sekitar 25oC) selama 15 menit. Tabung 3 diletakkan pada penangas air yang bersuhu 37oC selama 15 menit dan tabung 4 diletakkan pada penangas air bersuhu 80oC selama 15 menit.Setelah itu masing-masing tabung reaksi diberi larutan kanji 1% sebanyak 2 ml dan dikocok dengan baik lalu diletakkan kembali pada kondisi suhu masing-masing selama 10 menit. Setelah 10 menit, masing-masing larutan di dalam tabung dibagi 2 bagian. Bagian tabung yang pertama masing-masing tabung ditambahkan beberapa tetes pereaksi yodium sedangkan bagian tabung yang lainnya masing-masing diberi 5 ml pereaksi Benedict lalu keempat tabung tersebut dipanaskan selama 5 menit. Setelah 5 menit, larutan dibiarkan sampai dingin dan diamati perubahan warna yang terjadi.
Hasil dan Pembahasan
Tabel 1 Hasil uji sifat fisik dan susunan air liur
Parameter
Hasil
Bobot jenis
Lakmus
Fenolftalein
Metal orange
Uji biuret
Uji millon
Uji molisch
Uji musin
Uji klorida
Uji sulfat
Uji fosfat
1.0046 (g/ml)
Asam
Asam
Asam
+
+
+
+
+
+
+
Berikut adalah perhitungan bobot jenis saliva :
T saliva : 29oC
T alat : 27 oC
Pembacan BJ pada temperature (1.000+0.004)g/ml = 1.004 g/ml
 Faktor koreksi =
Jadi, nilai BJ hasil pengamatan = 1.004 g/ml + = 1.00466667 g/ml

                              
Gambar 1.  Fenolftalein                  Gambar  2.  Methyl  Orange             Gambar3. Uji Biuret
                       
Gambar4. Uji Millon               Gambar 5. Uji Molisch                       Gambar 6. Uji Musin                                                                                                    
                   
Gambar 7. Uji Klorida        Gambar 8. Uji Sulfat                          Gambar 9. Uji Fosfat
Tabel 2 Pengaruh suhu pada aktivitas amylase air liur
Tabung ke-
Setelah perlakuan suhu + pati 1 %
Uji iod
Uji benedict
1.       10o C (es)
2.       Suhu kamar (25o C)
3.       37o C
4.       80o C
Bening
Bening

Bening
Bening
Kuning
Kuning

Kuning
Cokelat
Biru
Biru

Biru
Kuning-endapan hijau

                                 
Gambar 10. Tabung 1            Gambar 11.Tabung 1                                     Gambar 12.Tabung 2
uji iod suhu  10o C                uji benedict suhu 10oC dan 25oC                     uji iod suhu 25o C
 
                                                  
Gambar14.Tabung 3 uji iod suhu 37o C                         Gambar 15.Tabung 3 uji benedict 37o C
                                           
Gambar 16. Tabung 4 uji iod suhu 80o C         Gambar 17.Tabung 4 uji benedict 80o C
Penentuan sifat asam atau basa saliva ditentukan dengan cara pengujian indikator. Indikator yang digunakan adalah Penolftalein dan Methyl Orange. PP merupakan pereaksi yang tak berwarna pada pH asam, sedangkan MO merupakan pereaksi yang berwarna orange pada pH asam. Fenolftalein (PP) memiliki rentang pH 8.0 – 9.3 dengan perubahan warna dari tak berwarna menjadi merah muda. Sementara itu, metil orange (MO) memiliki rentang pH 3.1 – 4.4 dengan perubahan warna dari merah menjadi kuning (Harjadi 1086). Air liur yang telah ditetesi pereaksi PP dan MO masing-masing menghasilkan tak berwarna dan warna orange. Tidak berubahnya warna pereaksi setelah dicampur air liur menunjukkan bahwa air liur memiliki pH asam. Kisaran pH air liur antara 6.2 hingga 7.6 dengan rata-rata 6.7 (Girindra 1988).
Uji Biuret dan Millon bertujuan untuk melihat ada tidaknya protein dalam saliva yang diuji, uji Biuret memiliki hasil reaksi positif berupa larutan berwarna ungu ketika  ditambahkan CuSO4, sedangkan uji Millon dinyatakan positif apabila terbentuk warna merah. Hasil uji Biuret dan Millon, yang dilakukan oleh praktikan menunjukkan hasil positif yang berarti bahwa sampel saliva yang diuji mengandung protein. Pereaksi CuSO4 pada uji Biuret berfungsi untuk menyediakan ion Cu2+ yang akan bereaksi dengan ikatan peptide dalam rantai polipeptida pada suasana basa, hasilnya adalah kompleks warna ungu yang terbentuk (Jane 1993). Uji Molisch adalah uji yang paling umum untuk menyatakan ada atau tidaknya karbohidrat karena memberikan uji positif (cincin ungu) kepada semua karbohidrat yang lebih besar daripada tetrosa. Berdasarkan Uji Molisch oleh praktikan terhadap saliva menunjukkan reaksi yang positif, namun sebenarnya menurut Lehninger (1998) saliva tidak mengandung karbohidrat.  Karbohidrat dalam air liur yang dihasilkan probandus disebabkan oleh masih  adanya sisa-sisa makanan yang terkandung dalam air liur.
Uji adanya garam anorganik dalam saliva ditunjukkan oleh uji Musin, Klorida, uji Sulfat, dan uji Fosfat. Uji klorida, Uji musin, uji klorida, uji sulfat, dan uji fosfat terhadap saliva juga menunjukkan reaksi positif karena saliva mengandung musin dan garam-garam anorganik yang ditandai dengan terbentuknya endapan putih. Keberadaan fosfat dan sulfat di dalam air liur tidak mutlak adanya. Hal tersebut bergantung pada makanan yang kita konsumsi (Metjesh 1996) Prinsip uji Klorida adalah mencampurkan saliva dengan AgNO3 dalam suasana asam sehingga terbentuk endapan putih. Endapan putih pada hasil pencampuran uji Klorida merupakan AgCl yang mengendap. Praktikan menggunakan HNO3 untuk membuat suasana menjadi asam. Hasil yang diamati praktikan ini sudah sesuai dengan literatur yang dirujuk, bahwa air liur mendapat sedikit sumbangan Cl yang berasal dari cairan gigi. Ketika larutan uji dicampurkan dengan AgNO3 dalam suasana asam akan membentuk endapan putih atau AgCl (Gilvery, Goldstein 1996). Reaksi ionic yang terjadi dalam larutan uji adalah:
Uji Yodium terhadap hasil percobaan pengaruh suhu aktivitas amilase air liur yang dipanaskan pada suhu 80oC memberikan hasil yang positif, yaitu larutan menjadi berwarna biru. Hal tersebut menunjukkan pati dihidrolisis oleh amilase air liur. Campuran amilase air liur dan pati yang disimpan pada suhu 10oC,suhu kamar,dan 37o C memberikan hasil yang negatif. Hal ini ditunjukkan dengan warna biru larutan. Warna ini disebabkan oleh belum terhidrolisisnya pati secara sempurna. Larutan iod berperan sebagai indikator hidrolisis. Senyawa polisakarida akan memberikan warna yang spesifik dengannya, yaitu berupa warna ungu kehitaman tetapi jika polisakarida tersebut dihidrolisis maka warna yang ditimbulkan adalah warna kuning kecokelatan (Maryati 2000).
Sementara hasil uji Benedict menunjukkan campuran yang disimpan pada suhu 80oC menunjukkan reaksi negatif dengan ditandai adanya endapan berwarna hijau. Hal ini menunjukkan bahwa enzim amilase  tidak bekerja pada suhu di atas 80oC. Pada suhu 37oC reaksi ini menimbulkan warna biru pada larutan. Hal tersebut dikarenakan glukosa yang tidak dihidrolisis dari pati akan berikatan dengan pereaksi benedict membentuk kompleks berwarna merah bata (Poedjadi 1994). Berdasarkan hasil percobaan, dapat diketahui bahwa suhu optimum aktivitas enzim amilase adalah 37oC. Suhu optimum untuk aktivitas enzim amilase adalah 37oC (Ahmad 2000). Namun dalam praktikum, ternyata hasil uji benedict untuk suhu 37o C negative. Hal tersebut dikarenakan kesalahan dalam praktikum yang kenyataannya ada praktikan lain mengambil tabung reaksi yang ada di penangas air, sehingga sulit untuk diidentifikasi lebih lanjut. (Maryati 2000).
Simpulan
Saliva mempunyai bobot jenis 1.0046 g/ml. Berdasarkan uji lakmus PP dan MO, saliva memiliki pH asam. Saliva mengandung protein berdasarkan uji Biuret dan uji Milon. Hasil positif pada uji Molisch disebabkan adanya sisa makanan pada air liur probandus. Uji musin, klorida, sulfat, dan fosfat  menunjukkan reaksi yang positif. Berdasarkan percobaan enzim amilase bekerja optimum pada suhu di bawah 80oC yaitu pada suhu 37oC dan pH 5. Padahal pH optimum enzim amilase adalah 6.2 hingga 7.6. Hal ini dikarenakan ada kesalahan pada saat praktikum berlangsung. Enzim amilase juga diketahui lebih cepat menghidrolisis pati matang daripada pati mentah.

Daftar Pustaka
Boyer, Rodney .2002 . Concepts in Biochemistry (edisi ke-2nd). New York, Chichester, Weinheim, Brisbane, Singapore, Toronto.: John Wiley & Sons, Inc
Purchon,Nigel. 1997. Enzymes. http://www.purchon.com/biology/enzymes.htm [terhung berkala] 20 November 2011
Poompanvong,Rosukon. 2003. http://suprememastertv.com [terhung berkala] 20 November 2011
Matjesh, Sabirin. 1996. Kimia Organik II. Depdikbud; Jakarta.
Maryati, Sri. 2000. Sistem Pencernaan Makanan. Erlangga: Jakarta.
Lehinger AL. 1998. Dasar-Dasar Biokimia 1. Thenawijaya M, penerjemah. Jakarta: Erlangga. Terjemahan dari: Principles of Biochemistry.
Gilvery, Goldstein. 1996. Biokimia Suatu Pendekatan Fungsional. Edisi 3. Airlangga University Press: Surabaya.
Poedjaji. Anna. 1994. Dasar-dasar Biokimia. Universitas Indonesia: Jakarta.
Ahmad, Hiskia. 2000. Larutan Asam dan Basa. Ganessa Bandung.



Tidak ada komentar:

Posting Komentar